Friday 27 September 2013

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI PREEKLAMSI

ASUHAN KEPERAWATAN SECTIO CAESAREA
ATAS INDIKASI PREEKLAMSI

A.    Sectio Caesarea
1.      Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Mochtar, 1992).
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).

2.      Indikasi
Indikasi sectio caesarea menurut Cuningham (2005):
a.       Riwayat sectio caesarea
Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Risiko ruptur uteri meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut melintang yang terbatas disegmen uterus bawah, kemungknan mengalami robekan jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya. Wanita yang mengalami ruptur uteri berisiko mengalami kekambuhan, sehingga tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan persalinan pervaginam tetapi dengan beresiko ruptur uteri dengan akibat buruk bagi ibu dan janin.
b.      Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari:
1)      Ekspulsi (kelainan gaya dorong)
Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan kurangnya upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
2)      Panggul sempit.
3)      Kelainan presentasi, posisi janin.
4)      Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin.
5)      Gawat janin.
Keadaan gawat janin bisa mempengaruhi keadaan janin, jika penentuan waktu sectio caesarea terlambat, kelainan neurologis seperti cerebral palsy dapat dihindari dengan waktu yang tepat untuk sectio caesarea.
6)      Letak sungsang.
Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin presentasi kepala.

3.      Kontra Indikasi
Umumnya sectio caesarian tidak dilakukan pada janin mati, syok, anemi berat sebelum diatasi, kelainan kongenital berat (monster).

4.      Teknik Sectio Caesarea
a.       Insisi Abdomen.
1)      Insisi vertikal.
Insisi vertikal garis tengan intra umbilikus, insisi ini harus cukup pajang agar janin dapat lahir tanpa kesulitan. Oleh karena itu, panjang insisi harus sesuai dengan taksiran ukuran janin.
2)      Insisi transversal atau lintang.
Kulit dan jaringan subkutan disayat dengan menggunakan insisi transversal rendah sedikit melengkung. Insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluar sedikit melebihi batas lateral otot rektus.
b.      Insisi Uterus
1)      Insisi caesarea klasik.
Insisi caesarea klasik adalah suatu insisi vertikal ke dalam korpus uterus diatas segmen bawa uterus dan mencapai fundus uterus. Sebagian besar insisi dibuat di segmen bawah uterus secara melintang, insisi melintang disegman bawah memiliki keunggulan yaitu hanya memerlukan sedikit pemisahan kandung kemih dari miometrium dibawahnya. Indikasi untuk dilakukan insisi klasik untuk melahirkan janin:
a)      Apabila segman bawah uterus tidak bisa dipajankan atau dimasuki dengan aman karena kandung kemih melekat dengan erat akibat pembedahan sebelumnya, atau apabila teardapat karsinoma invasif di servik. Janin berukuran besar, terletak melintang, selaput ketuban sudah pecah dan bahu terjepit jalan lahir.
b)      Plasenta previa dengan implantasi anterior.
c)      Janian kecil, presentasi bokong, segman bawah uterus tidak menipis.
d)     Obesitas berat.
2)      Insisi caesarea transversal.
Insisi tranversal melalui segman bawah uterus merupakan tindakan untuk presentasi kepala, diantaranya:
a)      Lebih mudah diperbaiki.
b)      Kemungkinan ruptur disertai keluarnya janin ke rongga abdomen pada kehamilan berikutnya.
c)      Tidak mengakibatkan perlekatan usus.
Insisi uterus harus dibuat cukup lebar agar kepala dan badan janin dapat lahir tanpa merobek atau harus memotong arteri dan vena uterina yang berjalan sepanjang batas lateral uterus.
5.      Komplikasi
Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea menurut Hecker, (2001):
a.       Perdarahan
Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan masa persalinan.
b.      Sepsis sesudah pembedahan
Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam diberikan untuk mengurangi sepsis.
c.       Cedera pada sekeliling stuktur
Beberapa organ di dalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh didalam ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria yang singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor didaerah dinding kandung kemih.
Komplikasi pada anak, seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik di negara-negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang baik, kematian perinatal pasca sectio caesarea berkisar antara 4 dan 7 % (Sarwono, 1999).

6.      Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik menurut Tucker (1998):
a.       Pemantauan janin terhadap kesehatan janin.
b.      Pemantauan EKG.
c.       Elektrolit.
d.      Hemoglobin/Hematokrit.
e.       Golongan dan pencocokan silang darah.
f.       Urinalisis.
g.      Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi.
h.      Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
i.        Ultrasound.


7.      Tatalaksana
Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea menurut Cuningham, (2005):
a.       Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat.
b.      Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi dengan kuat.
c.       Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg.
d.      Periksa aliran darah uterus palingsedikit 30 ml/jam.
e.       Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam pertama setelah pembedahan.
f.       Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebentar dari tempat tidur dengan bantuan orang lain.
g.      Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari keempat setelah pembedahan.
h.      Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia.
i.        Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau penisilin spekrum luas setelah janin lahir.


B.     PREEKLAMSI

1.      Pengertian
Preeklampsia adalah kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi, proteinuri, dan edema. Umumnya terjadi pada trimester ke III (Prawirohardjo, 2006).
Kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya, atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Tekanan sistolik meningkat lebih 15 mmHg atau lebih atau mencapai 90 mmHg.
Preeklamsi dibagi dalam golongan ringan dan berat. Dinyatakan berat bila ditemukan satu atau lebih dari gejala di bawah ini:
a.       Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
b.      Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada pemeriksaan kualitatif.
c.       Oliguria, urine 400 cc atau kurang dalam 24 jam.
d.      Keluhan serebral gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium.
e.       Edema paru-paru atau sianosis

2.      Etiologi
Etiologi penyakit ini sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya. Teori yang dapat diterima: a) primigravida, kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa; b) makin tuanya kehamilan; c) kematian janin dalam rahim; d) edema, proteinuria, kejang dan koma (Prawirohardjo, 2006).

3.      Insiden
Di Indonesia, setelah perdarahan dan infeksi preeklampsia masih merupakan sebab utama kematian ibu, dan sebab kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu dan anak.

4.      Patofisiologi
Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus (Mokhtar, 1998).

5.      Manifestasi klinik
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dalam urutan: pertambahan berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya proteinuria. Pada preeklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif. Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul.

6.      Tes Diagnostik
a.       Tes diagnostik dasar
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urin, pemeriksaan edema, pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan funduskopik.
b.      Tes laboratorium dasar
Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada sediaan apus darah tepi). Pemeriksaan fungsi hati (bilirubin, protein serum, aspartat aminotransferase, dan sebagainya).Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin). Uji untuk meramalkan hipertensi
Roll Over test. Pemberian infus angiotensin II.


7.      Penanganan medik
a.       Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti mengenai tanda-tanda sedini mungkin (preeklampsia ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklampsia.
Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
b.      Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah:
1)      Untuk mencegah terjadinya pre eklampsi dan eklampsi.
2)      Hendaknya janin lahir hidup.
3)      Trauma pada janin seminimal mungkin.
Menurut Mansjoer (2001), penanganan preeklampsia ringan adalah:
1)      Pada pasien rawat jalan, anjurkan untuk istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur >8 jam malam hari. Bila susah tidur, berikan fenobarbital 1-2 x 30 mg kunjungan ulang diakukan 1 minggu kemudian.
2)      Rawat pasien jika tidak ada perbaikan dalam 2 minggu pengobatan rawat jalan, BB meningkat >1kg/minggu, selama 2 kali berturut-turut atau tampak adanya tanda preeklampsia berat. Berikan obat antihipertensi Metildopa 3 x 125 mg, nifedipin 3-8 x 5-10 mg atau pindolol 1-3 x 5 mg. Jangan berikan antidiuretik dan tidak perlu diet rendah garam.
3)      Jika keadaaan ibu membaik dan tekanan darah dapat dipertahankan 140-150/90-100mmHg, pertahanakan sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan periksa tiap minggu. Kurangi dosisi hngga mencapai dosis optimal, tekanan darah tidak boleh < 120mmHg.


Penanganan preeklampsia berat:
Ibu yang didiagnosa preeklamsia berat/sindrom HELLP (preeklamsia berat disertai keluhan-keluhan lainnya) menderita penyakit kritis dan memerlukan penanganan yang tepat. Protokol pelaksanannya masih kontroversi antar rumah sakit saat ini. Pengenalan temuanklinis dan laboratorium sindrom HELLP sangatlah penting jika terapi yang agresif dan dini perlu dilakukan untuk mencegah mortalitas maternal dan perinatal. Serviks yang belum siap (belum berdilatasi atau melunak) karena usia kehamilan dan sifat agresif penyakit ini mendukung dilakukannya operasi sesaria. Induksi persalinan yang lama dapat meningkatkan morbiditas maternal.
1)      Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 dalam infuse Dekstrose 5% dengan kecepatan 15-20 tetes permenit. Dosisi awal MgSO4 2 g IV dalam 10 menit selanjutnya 2 g perjam ddalam drip infuse sampai tekanan darah antara 140-150/90-100 mmHg. Syarat pemberian MgSO4 adalah reflek patella kuat, RR>16 kali permenit, dan dieresis dalam 4 jam sebelumnya (0.5ml/kg BB/jam) adalah  > 100cc. Selama pemberian MgSO4, perhatikan tekanan darah, suhu, perasaan panas, serta wajah merah.
2)      Berikan nifedipin 9-3-4 x 10 mg per oral. Jika pada jam ke 4 diastolik belum turun sampai 20%, tambahkan 10 mg oral. Jika tekanan diastolic meningkat ≥110mmHG, berikan tambahan suglingual. Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20% dalam 6 jam, kemudian diharapkan stabil antara 140-150/90-100mmHg.
3)      Periksa tekanan darah, nadi, dan pernapasan tiap jam. Pasang kateter urin dan kantong urin. Ukur urin tiap 6 jam. Jika < 100ml/4 jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1g/jam.

8.      Evaluasi
Untuk preeklamsia berat dan/atau HELLP, kondisi berikut harus dipenuhi:
a.       Ibu dan  janin tidak menderita gejala sisa akibat preeklamsia atau penatalaksanaannya.
b.      Ibu tidak akan mengalami eklamsia atau komplikasi yang berat.
c.       Janin tidak akan mengalami distress.
d.      Bayi baru lahir akan dilahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu efek akibat penyakit maternal dan penatalaksanaannya.
e.       Ibu akan melahirkan dalam kondisi optimal tanpa suatu akibat pada kondisi dan penatalaksanaannya.
f.       Keluarga akan mampu berkoping secara efektif terhadap keadaan ibu yang berisiko tinggi, penatalaksanaan, dan hasil akhirnya.


C.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Perubahan perfusi jaringan cerebral, renal, plasenta berhubungan dengan vasospasme (arteri spiral), edema, dan penurunan volume intravascular.
NOC:
a.       Serebral
1)      Status sirkulasi: TD dalam rentang normal.
2)      Kemampuan kognitif : menunjukkan perhatian, konsentrasi, dan orientasi.
3)      Terbebas dari kejang.
4)      Tidak mengalami sakit kepala.
b.      Renal
1)      Keseimbangan Cairan/Elektrolit: Uji laboratorium dalam batas normal, tidak ada distensi vena jugularis, tidak ada bunyi nafas tambahan, asupan dan haluaran dalam 24 jam seimbang.
2)      Hidrasi: tidak ada edema, haluaran urin dalam batas normal.
c.       Plasenta
Tidak ada penurunan denyut jantung janin
NIC:
a.       Cerebral, renal
1)      Kaji tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi, nistagmus, penglihatan kabur.
2)      Kaji reflek tendon profunda (RTP), reflek patella dan dan biseps serta klonus pada pergelangan kaki.
3)      Observasi adanya sakit kepala.
4)      Kaji tingkat kesadaran dan orientasi, perhatikan perubahan pasien sebagai respon terhadap rangsang.
5)      Pantau hasil laboratorium seperti peningkatan BUN, protein serum, dan penurunan hematokrit.
6)      Observasi adanya distensi vena leher dan ronkhi basah kasar.
7)      Kaji tingkat oedema.
8)      Pertahankan keakuratan pencatatan asupan dan haluaran.
9)      Kolaborasi pemberian obat antihipertensi: MgSo4 IM/IV sesuai dengan indikasi.
b.      Placenta
1)      Berikan informasi tentang pencatatan gerakan janin
2)      Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas janin (merokok, kadar glukosa serum, tingkat kebisingan).
3)      Tinjau ulang tanda-tanda abrupsi plasenta (perdarahan vagina, nyeri tekan uterus, nyeri abdomen dan penurunan aktifitas janin).
4)      Pantau DJJ secara manual atau elektronik sesuai indikasi
5)      Perhatikan respon janin pada obat-obatan seperti MgSO4, fenobarbitol dan diazepam.

2.      Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan tahanan vaskuler sistemik, hipovolemia.
NOC:
a.       Keefektifan Pompa Jantung.
b.      Status tanda vital
NIC:
1)      Kaji dan pantau tekanan darah, status pernapasan dan status mental.
2)      Evauasi repon pasien terhadap terapi oksigen.
3)      Pantau dan dokumentasikan denyut dan irama jantung.
4)      Kaji toleransi aktivitas pasien dengan memperhatikan awal napas pendek, nyeri epigastrik dan kepala, pusing.

3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh; hipoalbuminemia berhubungan dengan proteinuri.
NOC:
Status nutrisi: serum albumin dalam batas normal, hematokrit dalam batas normal
NIC:
a.       Kaji dan pantau nilai laboratorium terutama kadar albumin serum.
b.      Berikan informasi tentang nutrisi adekuat untuk ibu hamil dengan preeklampsia
c.       Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang mengandung protein, besi dan vitamin C, seperti: juice buah atau buah segar.
d.      Kurangi gara, gunakan rempah-rembah dan lada sebagai alternatif lain
e.       Pertahankan berat badan sesuai dengan berat badan normal.

4.      Risiko cedera ibu dan janin berhubungan dengan edema/hipoksia jaringan, vasospasme.
Hasil yang disarankan
Bebas dari tanda-tanda eklampsia
Tidak ada tanda-tanda fetal distress
Tindakan / Intervensi
a.       Kaji dan pantau adanya masalah sakit kepala, gangguan penglihatan, atau perubahan pada pemeriksaan funduscopi.
b.      Perhatikan perubahan pada tingkat kesadaran paisen dan DJJ.
c.       Pantau tanda-tanda distress janin (misal DJJ yang tiba-tiba turun).
d.      Kaji tanda-tanda ekslamsia yang akan datang: hiperaktivitas (3+ sampai 4+ dari reflek tendon dalam, klonus pergelangan kaki, Penurunan nadi dan pernafasan, Nyeri epigastrik dan oliguri.
e.       Lakukan tindakan untuk menurunkan kemungkinan kejang, misalkan pertahankan lingkungan tenang, batasi pengunjung dan tingkatkan istirahat.
f.       Pantau tanda-tanda dan gejala persalinan saat terjadinya kontraksi uterus.
g.      Pantau adannya tanda-tanda toksisitas MgSO4.

5.      Deficit pengetahuan (tentang proses penyakit) berhubungan dengan keterbatasasn paparan, kurangnya informasi.
NOC:
Pengajaran proses penyakit : Mengetahui tanda dan gejala penyakit dan mengetahui tindakan pencegahan
NIC:         
a.       Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang preeklampsia.
b.      Tentukan kemampuan pasien untuk mempelajari informasi.
c.       Tentukan motivasi pasien untuk mempelajari informasi-informasi yang khusus.
d.      Memberikan informasi tentang preeklampsia (tanda dan gejala, pencegahan, dan tindakan yang perlu dilakukan segera jika tanda dan gejala muncul) sesuai dengan tingkat pemahaman pasien.

6.      Nyeri yang berhubungan dengan injuri fisik (tindakan operasi).
NOC: Kontrol nyeri.
NIC: Manajemen nyeri.
a.       Kaji nyeri secara konfrehensip: lokasi, karakteristik, durasi dan frekuensi.
b.      Observasi respon nonverbal.
c.       Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan ketidaknyamanan.
d.      Gunakan teknik nonpharmakologi (hypnosis, guide imagery).
e.       Turunkan nyeri dengan analgetic.
DAFTAR PUSTAKA

Doris, C. B., 1984. Introductory Maternity Nursing. 4th edition. JB. Lippincott Company, Philladelphia.

Johnson, M., Maas, M., 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.

Mansjor A, 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1, Media Aeusculapius, Jakarta.

McCloskey, J., Bulechek, G., 2000. Nursing Interventions Classification (NIC), 4th ed. Mosby, Inc. St. Louis, Missouri.

Muchtar, R, 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 1, EGC. Jakarta.

NANDA. 2005. Nursing Diagnosis : Definition and Classification 2005-2006. NANDA International. Philadelphia.

Prawiroharjo, 2006. Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.


Tucker, SM, (1998), Standar Perawatan Pasien, Edisi 5, Volume 4, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

Thursday 5 September 2013

Kanker Payudara - Materi Penyuluhan

Sekarang ini lagi stase komunitas..tau donk ya,,kita pasti hampir setiap berkegiatan selalu memberikan penyuluhan. Nah...ini dia salah satu penyuluhan yang kelompok kita berikan.
Penyuluhan tentang kanker payudara dan SADARI.

Kanker payudara?
Kanker payudara adalah keganasan yang bermula dari sel-sel di payudara. Hal ini terutama menyerang wanita, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi juga pada pria.

Penyebab
Kanker payudara terjadi karena adanya perubahan/mutasi tertentu pada DNA sel payudara.

FAKTOR RESIKO:
a.       Tidak memiliki anak atau hamil di usia tua
b.      Menggunakan Pil KB
c.       Menggunakan Terapi Hormon pasca Menopause
d.      Tidak Menyusui Anak
e.       Alkohol

f.       Obesitas atau Kelebihan Berat Badan
a.       Kurangnya Aktivitas Fisik

Tanda-Tanda:
a.       Bengkak pada seluruh atau sebagian payudara
b.      Kulit iritasi
c.       Payudara terasa nyeri
d.      Puting susu nyeri atau putting melesak ke dalam
e.       Kulit pada payudara atau putting susu berwarna : kemerahan, kulit bersisik, atau menebal
f.       Keluarnya cairan/darah dari puting (selain ASI)

Jenis Pengobatan:
a.       Pembedahan dan radioterapi
b.      Kemoterapii

ini materi SADARI nya...breast self exam.. ;)




ini dia materi dalam bentuk power pointnya..



atau mau download silahkan klik gambar ini ya..



Selamat menyuluh.. :)

Wednesday 4 September 2013

Gizi Seimbang Pada Balita

Naah... Setelah sebelumnya ada satuan acara penyuluhan tentang gizi seimbang pada anak, masih kebingungan donk ya untuk membuat slide presentasinya, berikutnya ini saya juga kasih niiih power pointnya.. untuk mempermudah kalian memberikan penyuluhan..
ini slide saya yang bikin sendiri dan sudah disuluhkan.. ;)

selamat mencoba...
seneng deh kalau bisa berbagi.. ;)





ini dia link downloadnya...silahkan kalau mau download klik gambar ini yaaah.. :D :D

Tuesday 3 September 2013

Abses Payudara

ABSES PAYUDARA

A.    DEFINISI
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut.

Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah didalam, maka infeksi bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung pada lokasi abses.
Breast abscess adalah akumulasi nanah pada jaringan payudara. Hal ini biasanya disebabkan oleh infeksi pada payudara. Cedera dan infeksi pada payudara dapat menghasilkan gejala yang sama dengan di bagian tubuh lainnya, kecuali pada payudara, infeksi cenderung memusat dan menghasilkan abses kecil. Hal ini dapat menyerupai kista.
Payudara yang terinfeksi seperti jaringan terinfeksi lain, melokalisasi infeksi dengan membentuk sawar jaringan granulasi yang mengelilinginya. Jaringan ini akan menjadi kapsul abses, yang terisi dengan pus. Terdapat benjolan yang membengkak yang sangat nyeri, dengan kemerahan panas dan edema pada kulit diatasnya. Jika keadaan ini dibiarkan maka pus akan menjadi berfluktuasi, dengan perubahan warna kulit dan nekrosis. Dalam kasus seperti ini demam biasa muncul ataupun tidak . pus dapat diaspirasi denagn spuit dan jarum berlubang besar. Diagnosis banding abses payudara mencakup galaktokel, fibroadenoma, dan karsinoma.
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting susu). Kondisi ini sebenarnya terjadi pada perokok.
Adapun patogenesis dari abses payudara ini adalah luka atau lesi pada puting sehingga terjadi peradangan kumudian organisme berupa bakteri atau kuman masuk kedalam payudara sehingga  pengeluaran susu terhambat akibat  penyumbatan duktus kemudian terjadi infeksi yang tidak tertangani yang mengakibatkan terjadinya abses.
Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali sulit ditemukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika tidak sedang menyusui, bisa ditemukan mammografi atau biopsy payudara.

B.     Etiologi
Infeksi pada payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang umum ditemukan pada kulit normal (staphylococcus aureus). Infeksi terjadi khususnya pada saat ibu menyusui. Bakteri masuk ke tubuh melalui kulit yang rusak, biasanya pada puting susu yang rusak pada masa awal menyusui. Area yang terinfeksi akan terisi dengan nanah.
Infeksi pada payudara tidak berhubungan dengan menyusui harus dibedakan dengan kanker payudara. Pada kasus yang langka, wanita muda sampai usia pertengahan yang tidak menyusui mengalami subareolar abscesses (terjadi dibawah areola, area gelap sekitar puting susu).
Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui bebebrapa cara yaitu sebagai berikut :
1.     Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka dari tusukan jarum tidak steril
2.     Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.
3.     Bakteri yang dalam keadaan normal, hidup di dalam tubuh manusia dan tidak menimbulkan gangguan, kadang bias menyebabkan abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1.     Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi.
2.     Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang.
3.     Terdapat gangguan system kekebalan tubuh.

C.     PATOFISIOLOGI
Adapun patogenesis dari abses payudara ini adalah luka atau lesi pada puting sehingga terjadi peradangan kumudian organisme berupa bakteri atau kuman masuk kedalam payudara sehingga  pengeluaran susu terhambat akibat  penyumbatan duktus kemudian terjadi infeksi yang tidak tertangani yang mengakibatkan terjadinya abses.

D.    GAMBARAN KLINIS
Gejala dari abses tergantung pada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ atau syaraf. Gejala dan tanda yang sering ditimbulkan oleh abses payudara diantaranya :
a.                   Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah mengkilap, panas jika disentuh, membengkak dan adanya nyeri tekan).
b.                  Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
c.                   Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise
d.                  Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah)
e.                   Gatal- gatal
f.                   Pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang sama dengan payudara yang terkena.
Menurut Sarwono (2009), pada abses payudara memiliki tanda dan gejala yaitu:
a.                   Nyeri payudara yang berkembang selama periode laktasi
b.                  Fisura putting susu
c.                   Fluktuasi dapat dipalpasi atau edema keras
d.                  Warna kemerahan pada seluruh payudara atau local
e.                   Limfadenopati aksilaris yang nyeri
f.                   Pembengkakan yang disertai teraba cairan dibawah kulit
g.                  Suhu badan meningkat dan menggigil
h.                  Payudara membesar, keras da akhirnya pecah dengan borok serta keluarnya cairan nanah bercampur air susu serta darah.

E.     PEMERIKSAAN
Pada penderita abses biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dari lokasi abses, bisa dilakukan pemeriksaan roentgen, USG atau CT scan.
F. PENANGANAN
a.     Teknik menyusui yang benar.
b.    Kompres payudara dengan air hangat dan air dingin secara bergantian.
c.    Meskipun dalam keadaan mastitis, harus sering menyusui bayinya.
d.     Mulailah menyusui pada payudara yang sehat.
e.     Hentikan menyusui pada payudara yang mengalami abses, tetapi ASI harus tetap dikeluarkan.
f.       Apabila abses bertambah parah dan mengeluarkan nanah, berikan antibiotik.
g.     Rujuk apabila keadaan tidak membaik.

G. TERAPI
a.  Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan dikelaurkan isinya dengan insisi. Insisi bisa dilakukan radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.
b.    Pecahkan kantong PUS dengan tissu forceps atau jari tangan
c.    Pasang tampan dan drain untuk mengeringkan nanah
d.   Tampan dan drain diangkat setelah 24 jam
e. Karena penyebab utamanya Staphylococcus aureus, antibiotika jenis penisilin dengan dosis tinggi, biasanya dengan dosis 500 mg setiap 6 jam  selama 10 hari
f.   Dapat diberikan parasetamol 500mg tiap 4 jam sekali bila diperlukan.
g.   Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama 15 – 20 menit, 4 kali/hari.
h.  Sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada payudara yang terkena untuk mencegah pembengkakan payudara.
i.    Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup.

H. PENCEGAHAN
Menurut WHO, 2002. Abses payudara sangat mudah dicegah bila menyusui dilakukan dengan baik sejak awal untuk mencegah keadaan yang meningkatkan stasis ASI dan bila tanda dini seperti bendungan ASI, sumbatan saluran payudara, dan nyeri puting susu diobati dengan cepat.
a.     Terapi bedah
Bila abses telah terbentuk pus harus dikeluarkan. Hal ini dapat dilakukan insisi dan penyaliran, yang biasanya membutuhkan anastesi umum, tetapi dapat juga dikeluarkan melalui aspirasi, dengan tuntunan ultrasuara.  Ultrasuara berguna untuk sebagi alat diagnostik abses payudara dengan dilakukan secara menyeluruh aspirasi pus  dengan bimbingan ultrasuara dapat bersifat kuratif. Hal ini kurang nyeri dan melukai dibandingkan insisi dan penyaliran, dan dapat dilakukan dengan anastesi lokal, hal ini sering dilakukan pada pasien yang menjalani  rawat jalan.
b.    Pengobatan sistemik dengan antibiotik sesuai dengan sensitivitas organisme biasanya dibutuhkan sebagai tambahan. Namun antibiotik saja tanpa dilakukannya pengeluaran pus tidak mempunyai arti. Sebab dinding abses membentuk halangan yang melindungi bakteri patogen dari pertahanan tubuh dan membuat tidak mungkin untuk mencapai kadar antibiotik yang efektif dalam jaringan terinfeksi
c.     Dukungan untuk menyusui
Kita sebagai petugas kesehatan harus meyakinkan Perawatan dengan abses payudara ia dapat melanjutkan menyusui. Bahwa hal ini tidak akan membahayakan bayinya dapat menyusui bayinya yang lain dikemidian hari. Disini kita sebagai petugas kesehatan memiliki peran yang sangat penting dengan menjelaskan kepada klien untuk penanganan yang harus dilakukan dengan kondisi seperti ini.