Friday 3 May 2013

asuhan keperawatan unstable angina pectoris


ASUHAN KEPERAWATAN
SINDROM KORONER AKUT
Angina unstable pectoris (Angina Pektoris Tidak Stabil)

    A.    Definisi sindrom koroner akut
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI). PTS dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui petanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis adalah NSTEMI; sedangkan bila petanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah APTS.
Pada APTS dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur.

   B.     Patogenesis
a.       Angina pektoris tidak stabil
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi atau fisur pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10-20 menit.
b.      NSTEMI
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terdapat koleteral. Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya STEMI
c.       Stemi
Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.

   C.    Diagnosis
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
• Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
• Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan antara gejala APTS/NSTEMI dan STEMI.

Tiga penampilan klinis umum
a.       Angina saat istirahat
Angina terjadi saat istirahat dan terus menerus, biasanya lebih dari 20 menit
b.      Angina pertama kali
Angina yang pertama kali terjadi, setidaknya CCS Kelas III
c.       Angina yang meningkat
Angina semakin lama makin sering, semakin lama waktunya atau lebih mudah tercetus

            Pemeriksaan Fisik
   Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru.
Keadaan disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan juga penderita penyakit jantung koroner (PJK).

Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang
simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut, dengan berbagai ciri dan katagori:
-       Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q.
-       Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam

Petanda Biokimia Jantung
PETANDA
KEUNGGULAN
KEKURANGAN
REKOMENDASI KLINIK
Troponin Jantung
-          Modalitas yang kuat untuk stratifikasi risiko
-          Sensitivitas dan spesitifitas yang lebih baik dari CKMB
-          Deteksi serangan infark miokard sampai dengan 2 minggu setelah terjadi
-          Bermanfaat untuk seleksi pengobatan
-          Deteksi reperfusi
-          Kurang sensitif pada awal terjadinya serangan (onset <6 jam) dan membutuhkan penilaian ulang pada 6-12 jam, jika hasil negatif.
-          Kemampuan yang terbatas untuk mendeteksi infark ulangan yang terlambat
Tes yang bermanfaat untuk mendiagnosis kerusakan miokard, dimana klinisi harus membiasakan diri dengan keterbatasan penggunaan pada laboratorium RS nya masing-masing
CK-MB
-          Cepat, efisiensi biaya dan tepat
-          Dapat mendeteksi awal infark
-          Kehilangan spesifitas pada penyakit otot jantung dan kerusakan otot miokard akibat bedah
-          Kehilangan sensitifitas saat awal infark miokard akut (onset < 6 jam) atau sesudahnya setelah onset (36 jam) dan untuk kerusakan otot jantung minor (terdeteksi dengan troponin)
Standar yang berlaku dan masih dapat diterima sebagai tes diagnostik pada sebagaian besar kondisi
Mioglobin
-          Sensitifitas tinggi
-          Bermanfaat untuk deteksi awal infark miokard
-          Deteksi reperfusi
-          Sangat bermanfaat dalam menilai infark miokard
-          Spesifitas yang rendah dalam menilai kerusakan dan penyakit otot rangka
-          Penurunan yang cepat ke nilai normal, sensitif untuk kejadian yang terlambat (normal kembali dalam 6 jam)
Tidak digunakan sebagai satusatunya petanda diagnostik karena kelemahan pada spesifitas jantung

Spektrum Klinis Sindrom Koroner
Jenis
Nyeri Dada
EKG
Enzim Jantung
APTS
Angina pada waktu istirahat/aktivitas ringan (CCS III-IV). Cresendo angina. Hilang dengan nitrat
Depresi segmen T
Inversi gelombang T
Tidak ada gelombang Q
Tidak meningkat
NSTEMI
Lebih berat dan lama (> 30 menit). Tidak hilang dengan nitrat, perlu opium.
Depresi segmen ST
Inversi gelombang T
Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas
normal
STEMI
Lebih berat dan lama (> 30 menit) tidak hilang dengan
nitrat, perlu opium
Hiperakut T
Elevasi segmen T
Gelombang Q
Inversi gelombang T
Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas
normal

1. Adanya gejala angina
Penilaian Risiko
Penilaian risiko harus dimulai dengan penilaian terhadap kecenderungan penyakit jantung koroner (PJK). Lima faktor terpenting yang dimulai dari riwayat klinis yang berhubungan dengan kecenderungan adanya PJK, diurutkan berdasarkan kepentingannya adalah,
2. Riwayat PJK sebelumnya
3. Jenis kelamin
4. Usia
5. Diabetes, faktor risiko tradisonal lainnya
Saat diagnosis APTS/NSTEMI sudah dipastikan, maka kencenderungan akan terjadinya perubahan klinis dapat diramalkan berdasarkan usia, riwayat PJK sebelumnya, pemeriksaan klinis, EKG dan pengukuran petanda jantung.


Algoritma untuk Triase Dan Tata Laksana SKA




    D.    Penatalaksanaan
Terapi Angina Pektoris Tak Stabil
a.       Pasang infus intravena : dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%.
b.      Aktivitas: istirahat di tempat tidur dengan kursi commode di samping tempat tidur dan mobilisasi sesuai toleransi setelah 12 jam.
c.       Diet: puasa sampai nyeri hilang, kemudian diet cair. Selanjutnya diet jantung (rendah lemak tinggi serat).
d.      Medikamentosa:
·         Oksigen nasal 2 l/mnt; terutama pada pasien sianosis, distress pernafasan atau risiko tinggi.
·         Mengatasi rasa nyeri: nitrat sublingual atau patch. Jika angina tidak membaik setelah pemberian nitrogliserin sublingual 3 kali berturut-turut atau setelah terapi anti-iskemik adekuat angina berulang diberikan: nitrogliserin drip atau morfin 2,5 mg intravena, dapat diulang tiap lima menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
·         Aspirin 80 –325 mg hisap atau telan, tiklopidin 2 x 250 mg jika terdapat hipersensitivitas atau kontraindikasi terhadap aspirin.
·         Heparin intravena sesuai protokol. Target aPTT 1,5-2,5 kontrol. Biasanya diberikan 3-5 hari tergantung respon klinis.
·         Nitrat oral atau topikal kerja panjang setelah nitrogliserin sublingual
·         Penghambat beta:
ü  Propranolol: 0,5-1 mgIV, dilanjutkan 3 x 10-40 mg oral.
ü  Metoprolol: 5 mg intravena (diberikan perlahan dalam 1-2 menit) diulang tiap 5 menit sampai dosis awal total 15 mg, dilanjutkan metoprolol oral 2 x 25-50 mg.
ü  Atenolol: 5 mgIV, dilanjutkan 5 menit kemudian 5 mg intravena, kemudian 1 x 50-100 mg oral.
ü  Esmolol: mulai dengan dosis pemeliharaan 0,1 mg/kgBB/menit, dititrasi dengan menaikkan dosis 0,05 mg/kgBB/menit, tiap 10-15 menit yang masih dapat ditoleransi sampai respon terapi yang diharapkan, atau telah tercapai dosis 0,2 mg/kgBB/menit. Dosis loading pilihan lain untuk onset kerja yang lebih cepat adalah 0,5 mg/kgBB/menit diberikan intravena perlahan (2-5 menit). Target frekuensi jantung 50-60/menit.
·      Mengatasi rasa takut dan cemas: diazepam 3 x 2-5 mg oral atau IV.
·      Obat pelunak tinja, laktulosa (laksadin) 2 x 15 ml.
·      Pertimbangkan antagonis kalsium terutama deltiazem bila ditemukan:
hipertensi, iskemia refrakter, angina varian.

Kateterisasi jantung segera dilakukan pada pasien dengan episode iskemia berat > 1 kali dan berkepanjangan (> 20 menit), terutama yang disertai dengan: edema paru akut, regurgitasi mitral baru atau perburukan, hipotensi, perubahan ST-T baru.

Pencegahan
Tak kalah pentingnya pemberitahuan dan penjelasan kepada penderita adalah upaya pencegahan PJK atau SKA. Disamping pemberitahuan penyebab dan atau mekanisme dasar timbulnya PJK atau SKA. Pencegahan PJK atau SKA, apoteker dapat berperan langsung dalam hal informasi dan edukasi tentang PJK atau SKA kepada pasien. Pencegahan SKA merupakan tindakan yang bijak dan arif dari penanganan SKA, karena sekali diagnosis ditegakkan beban yang disebabkan keluhan dan gejalanya begitu berat dan prognosisnya buruk.

Faktor – Faktor Risiko PJK atau SKA:
1.      Faktor Risiko Yang Dapat Diubah
Merokok
Kegemukan
Sering Stress
Kurang olahraga
Diabetes
Kolesterol darah tinggi
Tekanan darah tinggi
2.      Faktor Risiko Tidak Dapat Diubah
Keturunan
Jenis kelamin
Umur

USAHA KESEHATAN JANTUNG, yakni: Seimbangkan gizi, Enyahkan rokok, Hindari dan awasi stress, Awasi tekanan darah dan Teratur dan terukur berolahraga (SEHAT).

E.     Diagnosa  keperawatan
1.      Nyeri akut b.d iskemia jaringan sejunder terhadap sumbatan arteri koroner
Tujuan: nyeri yang dialami pasien dapat berkurang
Kreteria hasil:
Klien menyatakan nyeri dada hilang/terkontrol
Klien dapat mendemonstrasikan tekhnik relaksasi
Klien dapat menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak
NO
Intervensi
Rasional
1
Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, dan beri aktivitas perlahan
Menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini.
2
Bantu melakukan teknik relaksasi misalnya napas dalam/perlahan, distraksi, visuallisasi, bimbingan imajinasi
Membantu dalam menurunkan respon nyeri.
3
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi
Menigkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian miokardia dan juga mengurangi ketidaknyamanan sehubungan dengan iskemia jaringan
4
Berikan obat sesuai indikasi seperti antiangina, beta bloker, analgesic
Untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan ketenangan pasien agar proses penyembuhan berjalan lancar

2.      intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan intake  oksigen dengan   kebutuhan
Tujuan: aktivitas klien dapat meningkat tanpa adnya nyeri  dada
Kriteria hasil :
klien dapat mendemonstrasikan penigkatan toleransi aktivitas dengan frekuensi  jantung dan tekanan darah dalam batas normal klien.
Klien tidak mengeluh adanya nyeri dada saat beraktivitas
No
Intervensi
Rasional
1
Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen misalnya mengejan saat defekasi
Aktivitas yang memerlukan menahan nafas dan menunduk(maneuver valsava) dapat mengakibatkan braddikardi juga menurunkan cuurah jantung dan takikardi dengan peningkatan tekanan darah.
2
Latih klien untuk menerapkan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, seperti banguin dari kursi bila tidak ada nyeri, ambulasi dan istirahat selama 1 jam setelah makan
Aktivitas yang meningkat dapat memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan
3
Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Memberikan pengawasan ketat untuk proses penyembuhan



F.      Daftar pustaka
Johnson, M.,Maas,M.,Moorhead,S. 2008. Nursing Outcome Classification 4th edition. USA: Mosby
McCloskey,J.C.,Bulechek,G.M. 2008. Nursing Intervention Classification 5th edition. USA: Mosby
North American Nursing Diagnosis Association. 2001. Nursing Diagnoses : Definition & Classification 2001-2002. Philadelphia.
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Ri


No comments:

Post a Comment