Wajah bocahnya melihatkan guratan
ketakutan, ketakutan akan masa depan, masa depannya dan juga keluarganya.
Dia adalah anak pertama dalam keluarga itu
berusia 17 tahun, adiknya ada 5 dan pastinya masih kecil-kecil. Ibu seorang
buruh gendong dan ayah seorang buruh bangunan yang dibayar harian, jika tidak ada
kerjaan pasti tidak bekerja. penghasilan tidak seberapa membuat anak ini
membantu ayahnya sebagai buruh bangunan dan melepas keinginannya untuk menjadi
guru.
Ayahnya telah lebih dahulu harus
mencucikan darahnya seminggu dua kali menggunakan mesin di rumah sakit dan ini
telah berjalan selama satu tahun. Dia membayangkan dia juga akan melakukan hal itu,
pada usianya yang baru bocah ini. Biaya
memang ditanggung oleh jaminan kesehatan miskin, tapi apakah akan ada batasnya?
Dan apakah akan dapat seperti semula dapat menjalankan aktivitas?
Biaya per satu kali cuci darah bisa
mencapai 600rb dan jika dilakukan 2 kali seminggu berarti seminggu mengeluarkan
uang 1.200.000, kalau dalam satu keluarga ada 2 orang yang cuci darah berarti
seminggu memerlukan uang 2.400.000 itu hanya 1 minggu, kalau 1 tahun? Kalau
sampai akhir hayat? Dan entah kapan akan berakhir.
“Mbak, aku itu nyesel, tapi dulu tu
kalau gak minum itu rasaya gak bersemangat, “ lalu dia menyebutkan merk minuman
bertenaga yang rosa itu.
“Kerja nguli kan sehari bisa 14 jam,
tidur juga kurang, kalau gak minum itu pasti ngantuk dan lemes, sehari bisa 10
bungkus mbak, sampai air putih itu gak pernah tersentuh, sambil makan pun
minumnya harus itu, air putih gak ada rasanya mbak”
“Mbak, kalau sudah cuci darah umur kita
tinggal berapa lama lagi?”
“Mbak, aku masih kecil ya, ada gak yang
sakit ini umurnya sama kayak aku?”
“Mbak, kalau dicuci darahnya itu sakit
gak ya?”
“Mbak, ada gak ya besok yang mau nikah
ama aku kalau aku kayak gini?”
“Mbak, aku masih bisa kerja lagi gak?”
“Mbak, makasih udah mau ndengerin aku,
mbak, minta doanya ya.”
No comments:
Post a Comment